HATI-HATI SALAH PAHAM SOAL "CINTA"!


Setiap orang pasti pernah mengalami yang namanya jatuh cinta atau jatuh hati.  Mayoritas kaum millennial sih lebih senang menyebutnya dengan sebutan "Jatuh hati", alasannya jatuh cinta itu "sakit" kalau tidak dimiliki sementara kalau "Jatuh hati", tidak dimiliki tidak apa-apa, karena sifatnya lebih universal, ini kata pelantun lagu Jatuh Hati, Raisa Andriana yang berhasil menambah hari besar, "Hari Patah Hati Nasional" bagi kaum lelaki setelah dipinang Hamish Daud, suaminya.

Whateverlah,  kamu mau menyebutnya apa, yang jelas bukan "Jatuh ta'sossor" (Jatuh terpeleset), itu bisa memantik penonton menertawakanmu, cuy.

Ada banyak penafsiran soal cinta,
menurut wikipedia cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang.

Ada juga yang menafsirkan bahwa cinta adalah  sesuatu yang murni, putih, tulus dan suci yang timbul tanpa adanya paksaan atau adanya sesuatu yang dibuat-buat sebab cinta hadir karena anugerah dari Sang Kuasa, cinta itu dapat membuat orang termotivasi untuk melakukan perubahan yang lebih baik, mulia daripada sebelum ia mengenal cinta itu. hal ini, cinta dalam konteks hubungan asmara dua insan.

Dari dua pendapat di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa cinta tidak pernah membawa "Keburukan" melainkan selalu mengajarkan kita pada kebaikan, namun faktanya? coba direnungkan! Apakah semua orang dapat menjadikan cinta sebagai kendaraan melakukan kebaikan atau sebaliknya? Saya kira tidak. Banyak yang salah paham about it.

Apalagi yang pemahamannya masih setengah-setengah atau bahkan yang meluap-luap atau tidak tepat (kurang pas). Saya tak mau bilang, saya khatam soal cinta. Pun, saya tak tahu banyak hal tapi paling tidak saya selalu memandang cinta sebagai sesuatu hal yang postif dan tidak perlu menitih jalan negatif untuk meraih cinta.

Kembali ke soal siapa yang kerap salah paham soal cinta? Contohnya, coba kita  telisik beberapa waktu belakangan ini, mulai dari lingkungan terdekat anda, desa anda, kota anda, negara anda Kenapa banyak remaja yang menikah di usia dini dan mengatasnamakan cinta? Apa benar itu cinta? Bukan tanpa musabab,  alasannya berbagai macam hal. Karena terlanjur berbadan dua,  itu salah satunya.

Kenapa itu terjadi, apa indikatornya? Penyebabnya adalah mereka terlalu menggebu-gebu ingin mengekspresikan cinta, memaknai cinta harus dilalukan dalam bentuk aktivitas fisik, kalau tidak. Bukan cinta namanya, katanya. Salah paham tidak? Bisa jadi ia, karena kalau begitu bukan cinta yang ekspresikan melainkan nafsu.

Padahal hal itu hanya halal dilakukan bagi pasangan yang halal pula, bukan yang illegal. Bukan anak esempe yang baru mulai mengenal alifbata cinta, tapi terlalu jauh melangkah, bukan anak esema yang krisis identitas dan selalu ingin coba-coba tanpa pikir apa outputnya, apalagi anak esde yang baru mulai mengeja abecede cinta, tapi sudah  tau bilang pacaran, tapi tidak tau apa itu "Pancasila", kadang-kadang saya heran,  bukan dia!

Batasan-batasan, norma-norma kehidupan itu ada. Tak perlu takut kamu tidak punya pasangan hanya karena tidak punya pacar, tidak perlu, yah betul memang kecemasan pasti akan selalu menghantui. Tapi percayalah sama Janji-Nya, kalau kamu memulainya dengan cara yang baik maka akan berakhir dengan baik pula. Hasil tidak akan pernah menghianati proses, katanya.

Karena hanya cinta yang bersemi karena  iman dan akhlak yang muliah-lah yang suci dan sejati, itulah cinta yang sesungguhnya. Kenalilah cinta dengan cara lain, jika belum waktunya halal mengekspresikan cinta, maka bentengilah dirimu dengan iman. Kenali dirimu dan ketahuilah apa yang harus kamu lakukam jika memang kamu harus menempuh yang namanya pacaran, kamu harus tahu batasan itu.

Suatu hari saya bertemu dengan senior seprofesi saya. She's ask to me, kamu punya pacar? Saya jawab, tidak. Oh baguslah dek, mending kamu tidak usah pacaran, sambung dia. Saya balik bertanya kenapa memangnya kak? "Pacaran itu tidak ada gunanya dek, saya menyesal pernah pacaran", jawabnya. Kenapa kak? Tanya saya lagi. "Setelah saya menikah barulah saya menyesal, kenapa dulu saya mau-mau saja diciumi, jijik saya kalau mengingatnya dek".

Terenyuh dan pontan kalimat itu, masuk akal bagi saya. Ia juga yah, kira-kira gimana yah perasaan kita ketika kita selalu rela diciumi, dipeluk, dibelai dan sebagainya lalu besok lusa kita putus dan bertemu lagi disuatu tempat dengan pasangan yang berbeda? Yah, bagi banyak orang sih ini hal yang biasa-biasa saja (gak usah repot) tapi bagi saya ketemu dengan perasaan itu bagaikan minum teh bercampur cuka, cita rasa yang aneh.  Ini belum bicara dari sudut pandang agama loh, saya sih tidak akan menyerempet kesana toh bukan kapasitas saya untuk menjelaskan.

Walaupun saya tidak punya pacar, tapi bukan berarti tidak pernah ada yang datang loh, ini hanya soal pilihan saya saja setia dengan penantian sampai akhirnya ada yang datang lalu bilang aku mencintaimu karena "ALLAH" bukan karena saya tidak tahu kenapa, karena kamu baik, manis, pakai hijab dan pintar, jelek, kecil, dari desa dan pelbagai penafsiran tentang diri saya lainnya,  bukan itu!

Karena saya tidak pernah percaya bahwa cinta ada pada yang bukan pasangan yang halal. Hanya rasa tertarik, kagum, suka dan sayanglah yang mungkin ada, kamu harus bisa membedakannya. Banyak yang suka ngotot mau kenal melalui pacaran, tapi saya juga suka ngotot melemparinya banyak pertanyaan soal cinta kalau jawabannya jauh dari ekspektasi, TINGGALKAN.


Makassar, Wirana Putri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dikekang Rasa

TETAP SEMANGAT, KEJARLAH MIMPI!

Tidak Harus Mengubah Cover untuk menjadi Tomboy