Makassar Tidak Rantasa; Benarkah? Atau Hanya Semboyan Belaka


Sebuah karya Jurnalistik Televisi haruslah dapat memberikan efek positif yang besar ataupun kecil bagi setiap pemirsanya. Dan untuk menghasilkan karya televisi yang baik, tidaklah semudah, se-simple yang yang kita lihat di layar kaca, butuh waktu berjam-jam untuk tayangan 5 menit saja, dimana Seorang Reporter yang ditugaskan untuk turun ke lapangan harus  mencari informasi, mengumpulkan data yang valid, menulis naskah, hingga menjadi sebuah berita yang terstruktur, tentu butuh waktu yang tidak singkat. Dan gambar adalah hal penting yang harus ditemukan oleh reporter dan kameramennya.  

Belum cukup sampai disitu, di ruang redaksi atau yang biasa dikenal Newsroom  sang Produser atau si penanggung jawab program masih harus menyunting naskah, meramu naskah dan gambar dan tidak lupa memikirkan efek dari tayangan.

Saya ingin sedikit bercoleteh, bukan maksud pamer tentang apa yang sudah saya lalui , saya masih terlalu balita saya masih merangkak dan belum menjadi apa-apa. Akan tetapi paling tidak ini menjadi catatan hidup saya selama bergabung di Industri Kreatif khususnya di dunia Jurnalistik dan suatu saat nanti saya bisa menjadi motivasi bagi siapa saja yang berkenan.

Hari itu, saya dan teman-teman ditugaskan  untuk melakukan sebuah peliputan tak jauh dari lokasi kantor tepatnya di Dermaga Kayu Bangkoa, sekitar pukul Sembilan pagi (09:xx) saya dan teman-teman saat itu ditugaskan untuk melakukan rekaman live report  tujuannya adalah untuk latihan. salah satu pelabuhan rakyat  yang menjadi pusat  menaik-turunkan barang ataupun penumpang, wisatawan menuju pulau-pulau Spermonde di selat Makassar, Sulawesi Selatan.  Seperti pulau Lae-lae, Samalona, Kodingareng keke dan masih banyak lagi.

Ketika semua teman memilih untuk live dengan angle Lonjakan Wisatawan Pasca Mudik Lebaran saya sendiri memilih untuk mengambil angle Tumpukan Sampah di Dermaga  tersebut, sebagaimana  Pemerintah Kota  Makassar  sejak beberapa tahun terakhir telah mencanangkan Kota Makassar sebagai kota yang bebas dari sampah  namun hal itu dinilai sebagian orang hanyalah isapan jempol belaka bahkan warga setempat yang saya wawancarai mengaku tak sekalipun  Pemerintah Kota Makassar mengunjungi lokasi tersebut bahkan tempat sampah pun tidak tersedia.


Beruntungnya keesokan harinya entah efek dari menonton tayangan yang disalurkan melalui media tempat saya bekerja mencari nafkah dan mencari ilmu itu. Ataukah ada pengaruh lain sehingga dermaga tersebut akhirnya dibersihkan.

Mau tau seperti apa kondisi Dermaga Kayu Bangkoa saat Itu Silahkan Klik berikut ini
https://www.youtube.com/watch?v=RVrjW4GYsDI
(Wirana Putri)


















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dikekang Rasa

TETAP SEMANGAT, KEJARLAH MIMPI!

Tidak Harus Mengubah Cover untuk menjadi Tomboy